Pygmalion adalah nama seorang pangeran dari Siprus, yang sangat lihai dalam memahat patung. Pangeran ini konon kabarnya begitu kesepian karena tidak pernah tertarik dengan seorang perempuan pun. Suatu ketika, Ia memahat patung dari gading hingga berbentuk seorang wanita. Karena begitu indahnya dan sempurnanya patung buatannya itu, pygmalion pun jatuh cinta pada patung tersebut. Saking cintanya, ia sampai memohon pada Dewi Venus untuk menghidupkan patung tersebut agar bisa menjadi teman hidupnya. Dan di sinilah letak inti prinsip kerja kekuatan harapan; karena pygmalion menaruh harapan yang sangat besar, maka ia memohon dengan sungguh-sungguh dan tulus, hingga Sang Dewi Cinta itu pun akhirnya mengabulkan. Singkat cerita, patung tersebut benar-benar menjelma menjadi seorang wanita sejati. Maka mereka berdua kemudian menikah dan punya anak bernama Paphos. Kisah Pygmalion memang hanyalah sekedar legenda yang mustahil terjadi di alam nyata, akan tetapi beberapa prinsip di dalamnya, ternyata bukanlah sekedar dongeng semata. Dimana sering kurang kita sadari, "Harapan kita terhadap seseorang akan merubah harapan orang tersebut terhadap dirinya sendiri. Yang pada akhirnya akan merubah harapan tersebut menjadi kenyataan."
Terkait hubungan sebab akibat seperti itu telah berkali-kali terbukti dalam berbagai riset dan penelitian. Seperti yang pernah dilakukan Rosenthal dan Jacobson pada tahun 60-an, mereka meneliti beberapa sekolah dasar di Amerika. Sebelum penelitian dilakukan, para guru di beritahu daftar nama-nama murid yang memiliki IQ yang lebih tinggi. Kemudian selama penelitian berlangsung, secara teratur dilakukan tes IQ terhadap para murid tersebut. Ajaibnya, IQ kelompok murid yang diharapkan memiliki IQ lebih tinggi, ternyata betul-betul ber-IQ jauh lebih tinggi dibandingkan murid-murid lainnya. Padahal sebetulnya, semua murid itu telah mejalani tes IQ sebelum penelitian, yang menunjukkan bahwa IQ semua murid di kelas itu sebenarnya merata, atau kurang lebih sama! Jadi, apa yang sesungguhnya membuat beberapa murid akhirnya benar-benar ber-IQ tinggi? Rosenthal dan Jacobson mengatakan, penyebab utamanya adalah harapan dari para guru! Secara tidak sadar, harapan-harapan tersebut memperkuat citra diri beberapa murid. Citra diri itulah yang membuat beberapa murid belajar lebih keras, serta meningkatkan harapan mereka sendiri, sampai akhirnya mempertebal rasa percaya diri sendiri. Hebatnya, ketika penelitian yang sama dilakukan, baik pada para mahasiswa, maupun diterapkan dikalangan para eksekutif pengusaha, hasilnya tetap saja sama. Konsep inilah yang kemudian dikenal secara luas dengan istilah efek Pygmalion.
Melihat kisah dan fakta di atas, kita dapat berandai-andai; seperti apa jadinya kalau saja efek Pygmalion itu terjadi pada kehidupan nyata kita pada saat ini?? Dimana, semua orang tua mengharap yang terbaik bagi anak-anaknya, Para suami atau istri, juga hanya melihat pada sisi positif sehingga berpengharapan baik pada pasangannya. Begitu juga dengan para guru atau staf pengajar terhadap para anak didiknya, kemudian para bos dan pengusaha terhadap karyawannya, serta para pemimpin kepada anak buahnya, dan pemerintah kepada semua rakyatnya, dan begitu pula sebaliknya??
Sementara itu, semua media yang ada, juga lebih gemar mnggambarkan kebaikan dan menginspirasi kehebatan daripada melansir kabar kemalangan, pencurian, korupsi, perselingkuhan dan pembunuhan?? Seperti yang sudah terbukti melalui validitas hasil penelitian yang berkali-kali dilakukan, sudah pasti, secara bersama-sama kita akan mentransformasikan kualitas hidup kita, baik secara individu maupun kehidupan kita dalam bermasyarakat dan berbangsa.
0 Komentar:
Posting Komentar