ALLAH menjawab. "Hai, kekasihku. Kalau engkau tak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata, biarlah Aku yang berbicara untuk engkau. Jika engkau merasa tak layak memuji-Ku, akan Ku jadikan alam semesta mewakili engkau sehingga setiap jengkal sisinya memuji-Ku atas nama engkau."
Begitu terpaku sang Nabi menikmati keagungan itu sehingga ia memohon, "Ya, Rabb jangan pulangkan aku ke dunia yang penuh petaka itu. Jangan campakkan aku kembali dalam guncangan kefanaan dan kepalsuan hawa nafsu."
Namun, ALLAH menyanggah, "Tidak, tidak mungkin itu. Sudah merupakan titah-Ku engkau harus kembali ke dunia untuk menegakkan hukum-hukum-Ku, agar dapat kau regup kenikmatan seperti yang Ku anugrahkan kepada engkau hari ini, di sini."
Dan tatkala akhirnya Rasulullah turun dari perjalanan mikrajnya serta telah berkumpul dengan keluargan dan umatnya, acap kali ia merindukan saat-saat yang mengesankan itu. Sebagai salah satunya hiburan untuk menyirnakan gulananya, ia sering berkata pada Bilal, "Hai sahabatku, hiasilah pendengaranku dengan suara azanmu." Lalu dengan salat, Rasulullah memperoleh kebahagiaan itu, berdekat-dekat dengan ALLAH di depan aras-Nya. Oleh karena itu, ia bersabda : "Salat itu mikrajnya orang-orang beriman."
Jalan ini ditempuh para sufi apabila mereka terbentur pada persoalan dunia yang sulit dicerna dan ditanggulangi. Mereka lari kepada ALLAH tiap kali tidak mampu menyebrangi kesenjangan dengan sesama makhluk-Nya. Menghadapi Raja yang zalim, hartawan yang ingkar, dan pembangkang yang durjana, jika dengan lidah sudah tidak berdaya lagi, mereka akan bersujud di kaki Tuhan agar ia berkenan berbicara untuk mereka. Sebab Rasulullah pernah menyatakan, "Sesungguhnya ALLAH berjanji, "Bila Aku mencintai hamba-ku, aku akan menjadi telinganya hingga ia mendengar dengan telinga-Ku, Aku akan menjadi matanya hingga ia melihat dengan mata-Ku, Aku akan menjadi lidahnya sehingga ia berbicara dengan lidah-Ku, dan Aku akan menjadi tangannya hingga ia berbuat dengan tangan-Ku."
0 Komentar:
Posting Komentar