Membangun Keluarga Bahagia

    Perlu kita ketahui bahwa pernikahan adalah salah satu sunah Rasulullah saw. Beliau menganjurkan kepada umatnya agar segera menikah apabila telah sampai pada masanya dan ada kemampuan untuk itu. Tujuan dari pernikahan antara lain untuk mencari ketenangan hidup bersama suami atau istri dalam rumah tangga. Akan tetapi dapatkah ketenangan itu dirasakan kalau rumah tangga yang dibangun tidak berjalan dengan baik dan bahagia?
    Terciptanya rumah tangga itu karena adanya pernikahan yang dilakukan oleh calon suami dan calon istri yang keduanya ingin hidup bersama dalam satu atap dan satu cita-cita dengan memegang peranan dan tanggung jawab menurut porsi dan fitrahnya masing-masing.
    Dengan begitu suatu rumah tangga bisa menjadi bahagia tergantung dari pelakunya, yaitu suami dan istri. Kalau keduanya bisa saling memegang peranan dan tanggung jawab masing-masing sesuai fitrahnya, niscaya rumah tangga itu akan bahagia. Sebaliknya jika suami istri di dalam rumah tangganya sama-sama atau salah satunya tidak bertanggung jawab dan mengingkari peranannya, pastilah rumah tangga itu akan berantakan. Hancurnya sebuah rumah tangga akan menyebabkan kehidupan suami istri tidak tenang dan tidak bahagia. Itu berarti pernikahan yang dilakukan dengan tujuan memperoleh ketenangan hidup tidak berhasil.
    Bagaimana cara agar suami istri berhasil membangun rumah tangga bahagia sehingga bisa mendukung upaya untuk lebih meningkatkan ketaqwaan keduanya kepada Allah ? Untuk menuju ke arah itu, suami istri harus memiliki mawaddah dan rahmah diantara keduanya. "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (ar Rum ayat 21)
    Apabila mawaddah dan rahmah itu selalu dimiliki oleh suami istri, maka jalan menuju rumah tangga bahagia pasti akan terwujud. Mawaddah berarti cinta, sedangkan rahmah berarti kasih sayang. Kalau hanya mawaddah atau cinta saja yang menjadi ikatan dalam pernikahan, maka hubungan suami istri akan segera putus setelah ke duanya memasuki masa tua dimana daya tarik sudah tidak terpancar lagi darinya. Oleh sebab itu, mawaddah ini harus disertai pula dengan rahmah atau kasih sayang. Kasih sayang inilah yang bisa mengikat kedua suami istri hidup dalam suasana tentram dan damai hingga memasuki umur tua bahkan sampai akhir hayat. Sebab timbulnya kasih sayang itu bukan karena adanya bentuk fisik/jasmani yang menarik, melainkan datang secara gaib karena adanya ikatan batin yang erat.
    Lalu bagaimana cara menumbuhkan mawaddah dan rahmah bagi suami istri?
    Sebagai seorang suami yang ingin meraih mawaddah dan rahmah dari istrinya, maka dia harus memahami dan menyadari akan tugasnya sebagai seorang suami. Seorang suami harus bisa menciptakan suasana yang akrab dan harmonis, yang tumbuh dari hati nurani tanpa dibuat-buat sehingga tidak terjadi percekcokan yang tidak diinginkan, apalagi sampai berkepanjangan. Segala perselisihan yang terjadi dapat diselesaikan secara baik-baik dan damai, tanpa rasa jengkel, dendam dan prasangka yang tidak baik.
    Rasulullah bersabda : "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya, sedangkan aku adalah yang paling baik kepada istri. Tidak memuliakan para wanita (istri) kecuali orang yang mulia dan tidak mau menghina mereka kecuali orang yang hina pula"
    Suami berkewajiban memberi nafkah lahir dan batin kepada istrinya dan kepada ahli keluarganya yang menjadi tanggungannya. Artinya suami harus bertanggung jawab memberi belanja setiap hari kepada istrinya menurut kemampuannya. Jangan sampai terjadi seorang seorang suami memberi nafkah yang sangat minim jauh dari kebutuhan yang diperlukan, sementara dia bermewah-mewah di luar rumah menghambur-hamburkan kekayaannya.
    Begitu juga bagi seorang suamipun berkewajiban memenuhi nafkah batin, seperti kewajibannya di dalam memenuhi nafkah lahir. sebab janganlah mengira bahwa nafkah batin itu tidak penting seperti nafkah lahir. Bahkan karena kurang mampu di dalam melayani nafkah batin ini bisa terjadi suatu rumah tangga berantakan. Karena itu di dalam hadis Rasulullah saw bersabda yang artinya : "Janganlah seseorang mengumpuli istri sebagaimana binatang bersetubuh dan hendaklah ada perantara antara keduanya". Beliau ditanya : "Apakah perantara itu?" Beliau menjawab : "Ciuman dan rayuan"
    Seorang istri yang menginginkan mawaddah dan rahmah dari suaminya harus bisa menyadari peranan dan fungsinya sebagai seorang istri. Seorang istri berfungsi sebagai pendamping suami di dalam rumah tangga, karena sebagai pendamping, istri harus taat kepada suami, harus bisa menggembirakan suami, bisa menjaga dirinya dan menjaga harta suaminya. Rasulullah bersabda yang artinya : "Tidak ada faedah bagi orang mukmin sesudah taqwa kepada Allah yang lebih baik daripada istri yang shaleh. Bila dia (suaminya) menyuruhnya, maka ia (istrinya) menaatinya. Bila dia melihatnya, maka ia menggembirakannya, bila dia menyuruhnya, maka ia berbakti kepadanya, dan apabila dia (suami) berpergian, maka ia pun menjaga dirinya baik-baik dan harta suaminya." Hai ini dapat kita artikan bahwa wanita yang begitulah sebagaimana disebutkan dalam hadis, merupakan wanita yang penuh pengertian dan cinta kasih. Wanita seperti inilah kiranya yang bisa diajak untuk membangun rumah tangga bahagia, disamping juga dia bisa memberi keturunan.
    Semoga kita berhasil membina rumah tangga yang bahagia. Kewajiban agama seseorang akan berjalan dengan baik dan tertib bila keadaan rumah tangganya berjalan dengan baik pula. Oleh sebab itu membina rumah tangga termasuk ibadah. Amin...
    Semoga bermanfaat...


    0 Komentar:


    Posting Komentar

    Koleksi Terbaru ARin Boutique

    Paling Banyak Di Baca