Tabi'at sang ayah ini sangat diteladani dan menjadi panutan bagi segenap anggota keluarganya. Sayangnya, ketika semua anggota menjadi baik karena keteladanan sang ayah, sang istri yang seharusnya menjadi pendamping setia sang ayah selalu saja mengeluhkan setiap kejadian yang terjadi di kehidupan keluarganya. Selalu saja ada yang kurang pada keluarga itu. Makanan yang kurang enak, pakaian yang kurang banyak, anak2 yang kurang berbakti pada orang tua, padahal kalau dibandingkan dengan anak2 seumuran mereka yang lain mereka adalah anak2 yang luarbiasa, mereka selalu membatu ayah ibunyanya bekerja, selalu bersikap sopan santun dan bersikap lemahlembut pada kedua orang tuanya, tapi di mata ibunya - istri sang ayah - selalu saja sikap mereka dianggap kurang berbakti.
Bahkan suatu ketika, ketika sang ayah pulang bekerja dengan membawa hasil yang tidak seberapa, sang istri begitu marahnya dan kesal padanya hingga ia memelototkan matanya sambil mengomel tiada henti, dan reaksi sang ayah tetap sama, ia tetap selalu tersenyum pada istri yang dicintainya dan menenangkannya.
Pada suatu ketika ketika sang ayah sedang bekerja, ayah mendengar bahwa di ibukota kepulauan itu sedang diadakan sebuah proyek pembangunan kota dimana imbalan yang diberikan pada setiap pekerjanya sangat baik. Mendengar berita ini sang ayah segera saja ia bergegas pulang kerumah, untuk mengabari keluarganya. Seluruh keluarganya senang mendengar berita ini. Mereka bersepakat untuk pindah kekota guna memperoleh penghidupan yang lebih baik. Bahkan lebih dari itu sang istri yang biasanya mengeluh terhadap segala sesuatu kali ini ia begitu gembira. Telah terbayangkan olehnya pendapatan sang ayah yang semakin baik, kehidupan kota yang meriah, dan sebagai-sebagainya lagi. Tapi ada satu hal yang merisaukan sang istri, untuk menuju ibu kota keluarga tersebut harus menyebrangi lautan samudra, sang istri sangat membenci dan takut pada lautan samudra, hal ini dikarenakan selama ini ia selalu hidup di dataran tinggi bertani sekeluarga turun menurun dari nenek moyangnya.
Sang ayah lagi-lagi menenangkan istrinya, ia mengatakan bahwa nanti ketika mereka menyebrangi lautan samudra ia berjanji akan membawa keluarganya dengan kapal angkut penumpang yang terbesar yang pernah ada d kepulauan tersebut. Ia menambahkan bahwa nanti ketika berada d kapal angkut tersebut ia tidak akan bisa membedakan apakah sedang berada d daratan atau d lautan samudra. Ada banyak makanan dan hiburan di kapal itu. Mendengar penuturan sang ayah sang istri lega hatinya dan semakin mantap utk segera pergi berangkat ke ibukota. Semua persiapan telah dilakukan, seluruh bekal telah dipersiapkan dengan sangat baik dan waktu keberangkatan telah ditentukan. Tapi lagi-lagi sang istri mengeluh, kali ini pada sang waktu, kenapa saat-saat yang d tunggu tak juga kunjung tiba, selama masa penantian ia selalu mengomel tiada henti, hatinya begitu tak sabar untuk segara berangkat.
Hari keberangkatan tiba, seluruh penumpang kapal angkut dari kepulauan itu menaiki kapal angkut penumpang yang sangat besar tersebut. Dan benar saja ketika keluarga tersebut berada d atas kapal angkut itu, karena besarnya kapal itu, ombak d dermaga tidak terasa sama sekali, seolah2 mereka sedang berada d daratan. Lantai kapal yang mereka pijak tidak bergoyang sama sekali karena ombak dermaga. Kapal pun berangkat. Tak lama kemudian bermacam kesenian rakyat pun mulai dimainkan oleh para penumpang kapal, perasaan ini benar2 seperti perasaan ketika berada di daratan. Tapi sang sang istri lagi2 mengeluh karena kesenian2 itu terlihat sangat kampungan dan tidak enak untuk dilihat.
Tak lama kemudian, daratan mulai hilang dari pandangan. Pertanda bahwa kapal angkut sudah mulai berlabuh jauh di tengah lautan samudra. Angin laut mulai bertiup kencang, tapi ombak lautan samudra tetap tidak memberikan guncangan2 yang berarti pada kapal itu, bahkan hampir tidak terasa sama sekali. Wajah sang istri yang terkena hempasan-hempasan angin laut sedari tadi mulai menunjukan rona yang sangat mencemaskan. Imaginasi ketakutannya dan semua pikiran galaunya muncul seketika karena ia saat ini berada d tengah lautan samudra. Lautan samudra yang selama ini sangat di takutinya, ia sama sekali tidak menyadari dan mensyukuri bahwa ia saat ini berada di atas sebuah kapal angkut yang sangat besar (hasil usaha jerih payah sang ayah), yang juga sudah sangat terbiasa membawa penumpangnya selamat sampai tujuan ke ibukota kepulauan.
Kecemasan sang istri semakin menjadi-jadi, kegalauannya membuatnya semakin histeris, ia mulai menangis dan selalu menangis d atas kapal itu, sang ayah dan keluarga lainnya tak lagi mampu menghentikan kegalauan dan kecemasan sang istri, ia menangis sejadi-jadinya. Ia selalu meracau dan mengeluh tentang segala keadaannya di atas kapal, keselamatannya di atas kapal, dan mengeluh tentang semua yang ada di kapal itu, dan ia takut kekurangan dengan berada di kapal itu, dan bahwa saat ini ia berada di tengah lautan samudra membuatnya semakin kehilangan akalnya. Tak ada lagi yang mampu menenangkannya. Penumpang kapal yang lainnya sudah terganggu sedari tadi karena ulah sang istri. Bahkan para kru dan nakhoda kapal tak mampu lagi menenangkan sang istri. Kapal dalam keadaan bingung karena ulah sang istri.
Pada saat membingungkan tersebut dari kerumunan warga di sekitar sang istri terdengar suara berat yang berkata "Aku mampu menenangkan wanita itu", sontak saja semua warga di sekitar sang istri melihat ke arah datangnya suara. Ia adalah seorang tua, dari penampilannya ia dapat dikatakan seorang guru yang bijak. Dan ia mengucapkan sekali lagi "Aku mampu menenangkan wanita itu". Segera ia dihampiri nakhoda kapal dan sang ayah, dan bertanya pada nya "Bagaimana guru melakukannya", ia hanya tersenyum, berkata "ijinkan aku melakukan apa yang harus aku lakukan", nakhoda dan sang ayah saling berpandangan dengan heran dan sejuta tanya "Baiklah guru apapun boleh kau lakukan, tapi dengan syarat kau tidak membunuhnya atau menyakitinya". Sang guru mengiyakan persyaratan nakhoda dan sang ayah.
Tak lama setelah sang guru membisikan sesuatu ke telinga nakhoda beberapa saat lamanya, juga melakukan hal yang sama pada sang ayah, lalu 2 orang ABK berbadan tegap muncul dari kerumunan dan segera mengangkat wanita/sang istri tersebut, berada dalam dekapan 2 ABK kapal yang kekar dan tegap tidak bisa membuat wanita/sang istri berkutik. Segera saja ABK itu membawa sang istri ke pinggiran pagar pembatas kapal dan tiba2 melemparkan sang istri yang pengeluh dan cemas ke tengah lautan samudra lepas,. Sang istri berteriak histeris, tapi tak seorangpun yang menolong, ini lagi2 atas perintah nakhoda dan bahwa persyaratannya tadi pasti akan di tepati oleh sang guru.
Sang istri berteriak seolah gila di atas lautan samudra lepas, ia terus meronta di atas air lautan samudra lepas, seluruh tenaganya terkuras habis di atas lautan samudra lepas, sampai ia lemas dan mulai terdiam di atas air lautan samudra lepas. Tak lama setelah sang istri benar2 lemas di tengah lautan samudra pertolongan pun segera di berikan. Pelampung2 kapal segera dilemparkan, diturunkan, diberikan pada sang istri, para perenang turun menyelamatkan dan mengangkat kembali sang istri keatas kapal angkut yang besar.
Tubuhnya yang menggigil segera di selimuti selimut hangat. Tapi ia kini tidak meracau lagi, ia tidak menangis lagi, ia tidak mengeluh lagi. Ia mulai mensyukuri keadaannya saat ini.
" Ia tersadar Walaupun ia berada di tengah lautan samudra yang sangat di takutinya, keadaannya saat ini jauh lebih baik dari pada ketika ia berada di permukaan air lautan samudra. Keadaannya di atas kapal yang sesaat tadi sangat dikeluhkannya, dicemasinya, jauh lebih baik dari pada saat ia tercebur d lautan samudra ".
Sang guru melihat ekspresi syukur dari sang istri hanya tersenyum. Nakhoda kapal tersenyum, sang ayah tersenyum, keluarga itu tersenyum, dan semua yang menyaksikan kejadian itu ikut juga tersenyum. Mereka semua mensyukuri atas2 apa yang mereka rasakan saat ini. Dan sang istri saat ini begitu menikmati seluruh sisa perjalanan kapal menuju ibukota, pertunjukan rakyat yg tadinya begitu kampungan d matanya kini terlihat sangat menghibur ketakutannya d tengah lautan samudra. Sampai ia sampai d ibukota nanti.
Sejak saat itu, sang istri yang berhasil mengambil pelajaran dari perjalanan kapalnya selalu mensyukuri setiap keadaanya saat ini. Ketika keadaan menjadi kurang baik ia selalu ingat ketika ia tercebur d tengah samudra dan segera ia mensyukuri setiap keadaanya saat ini.
0 Komentar:
Posting Komentar